Perekonomian Indonesia BAB 4 - BAB 10
BAB 4
Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia
A. Masalah sumber Daya Alam struktur penuasaan Sumber daya alam
Indonesia
memiliki keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang berlimpah ruah
sehingga dikenal sebagai negara MEGABIODIVERSITY. Keanekaragaman
hayatinya terbanyak kedua diseluruh dunia.
Wilayah
hutan tropisnya terluas ketiga di dunia dengan cadangan minyak, gas
alam, emas, tembaga dan mineral lainnya. Terumbu karang dan kehidupan
laut memperkaya ke-17.000 pulaunya. Lebih dari itu, Indoensia memiliki
tanah dan dan area lautan yang luas, dan kaya dengan berjenis-jenis
ekologi. Menempati hampir 1.3 persen dari wilayah bumi, mempunyai
kira-kira 10 persen jenis tanaman dan bunga yang ada di dunia, 12 persen
jenis binatang menyusui, 17 persen jenis burung, 25 persen jenis ikan,
dan 10 persen sisa area hutang tropis, yang kedua setelah Brazil (world
Bank 1994). Walaupun demikian persoalan tentang pengelolaan sumber daya
alam hanya mendapat perhatian sedikit dari para pengambil kebijakan.
Ada apa dengan pengelolaan sumber daya alam Indonesia ?
§ DI SEKTOR MIGAS
Masalah
kebijakan tambang migas di Indonesia : Minyak dan Gas Bumi (Migas),
diyakini banyak kalangan sebagai komoditi tulang punggung ekonomi
Indonesia hingga kini. Dilihat dari angka-angka, Migas memang
berkontribusi paling tinggi dibanding sektor lain pada pendapatan (yang
katanya) negara. Oleh karena itu, semua mata jadi tertutup, dan kita
tidak dapat melihat berbagai masalah yang terjadi dalam penambangan
migas. Akibatnya, Pertamina sebagai satu-satunya pemegang hak atas Migas
di Indonesia bersama para kontraktornya leluasa berbuat sewenang-wenang
atas kekayaan alam Indonesia.
Kesalahan
utama kebijakan dan orientasi pertambangan di Indonesia bermula dari UU
No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diikuti
penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara pemerintah
Indonesia dengan Freeport McMoran. Disusul
dengan UU No 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum
pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan
eksploitatif. Dampak susulannya adalah keluarnya berbagai regulasi
pemerintah yang berpihak pada kepentingan pemodal. Dari
kebijaakan-kebijakannya sendiri, akhirnya pemerintah terjebak dalam
posisi lebih rendah dibanding posisi pemodal yang disayanginya.
Akibatnya, pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap perusahaan
pertambangan yang seharusnya patut untuk ditindak.
§ DI SEKTOR KEHUTANAN
Kawasan
hutan lindung/konservasi yang saat ini benar-benar sudah terancam
keberadaannya diantaranya hutan lindung Pulau Gag-Papua yang sudah resmi
menjadi lokasi proyek PT Gag Nickel/BHP, Tahura Poboya-Paneki oleh PT
Citra Palu Mineral/Rio Tinto, Palu (Sulteng) dan Taman Nasional Meru
Betiri di Jember Jawa Timur oleh PT Jember Metal, Banyuwangi Mineral dan
PT Hakman. Belum lagi ancaman terhadap kawasan konservasi lainnya yang
hampir semuanya dijarah oleh perusahaan tambang, seperti : Taman
Nasional Lore Lindu – Sulawesi tengah oleh PT. Mandar Uli Minerals/Rio
Tinto, Taman Nasional Kerinci Sebelat oleh PT. Barisan Tropikal Mining
dan Sari Agrindo Andalas; Kawasan Hutan lindung Cagar Alam Aketajawe dan
Lalobata, Maluku Tengah oleh Weda Bay Minerals; Hutan lindung Meratus –
Kalimantan Selatan oleh PT. Pelsart Resources NL dan Placer Dome; Taman
Nasional Wanggameti oleh PT. BHP; Cagar Alam Nantu oleh PT. Gorontalo
Minerals; dan Taman Wisata Pulau Buhubulu, oleh PT. Antam Tbk.